Allmam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullah- , tentunya nama ini tidaklah asing ditelinga kaum muslimin yang cinta kepada ilmu. Beliau adalah yang alim dalam semua bidang keilmuan, dan karya tulisnya banyak sekali diantaranya kitab Zaadul Ma’ad yang berisikan petunjuk dan bimbingan Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam serta sejarah kehidupan
Ringkasan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A. A Navis Tugas Pengkajian Cerita Rekaan, smt2 Di ujung jalan ada sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri surau itu ada seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek. Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum. Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari. Jika dilihat sekarang, gambarannya seperti suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak di jaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya. Suatu hari aku datang mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk disampingnya dan berbicara pada kakek. Kita membicarakan tentang Ajo Sidi. Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepada Kakek. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek. Kakek tersinggung dengan bualan Ajo Sidi. Kakek mulai menceritakan bualan Ajo Sidi. Kakek merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua yang dikerjakannya salah dan dibenci Tuhan? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat. Karena selalu beribadah kepada Tuhannya tak memikirkan suatu apapun. Tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Karena membiarkan anak cucu serta istrinya menderita, egois, hanya memikirkan dirinya sendiri. Padahal manusia hidup di dunia berkaum, bersaudara, tetapi tak dipedulikannya sedikitpun. Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek. Dan besoknya, terdengar kabar bahwa Kakek meninggal. Ia menggoroh lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Dan Ajo Sidi meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis sedangkan Ajo Sidi tetap pergi bekerja.

RobohnyaSurau Kami adalah kumpulan cerpen tulisan A.A Navis, seorang sasterawan kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat. Ada 10 cerpen di dalamnya. Setiap cerpen berdiri menerusi sepasang "kaki". Sebelah kaki menampung cerpen dengan susunan ayat dan frasa yang mudah tetapi indah.

Sinopsis Cerpen Robohnya Surau Kami Karya Navis - Selamat siang, selamat berjumpa lagi dengan blog MJ Brigaseli. Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1955. Cerpen Robohnya Surau Kami ini menceritakan suatu tempat dimana ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Kemudian datanglah seseorang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat untuk menjadi garin atau penjaga surau tersebut, dan hingga kini surau tersebut masih tegak berdiri. Meskipun kakek atau garin dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada hal pokok yang membuatnya dapat bertahan, yaitu dia mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue, atau rokok. Kehidupan kakek ini sangat monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau, dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Hasil pekerjaannya itu tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Ajo sidi adalah seorang pembual yang datang kepada kakek penjaga surau sebelum kakek penjaga surau itu meninggal. Lalu, keduanya terlibat dalam sebuah perbincangan. Pada perbincangan itu, Ajo sidi mengisahkan tentang kejadian Haji Saleh di akhirat ketika dia dimasukkan ke dalam neraka. Haji Saleh tidak menerimanya karena Haji Saleh merasa dia adalah seorang yang rajin beribadah. Tak sekalipun Haji Saleh meninggalkan kewajiban Tuhan. Bahkan setiap waktunya hanya untuk menyembah Tuhan. Kemudian Haji Saleh datang menuntut kepada Tuhan atas semua apa yang dia kerjakan. Ternyata apa yang dikerjakan itu justru salah. Haji Saleh tidak seharusnya hanya mementingkan dirinya sendiri untuk beribadah dan sembahyang setiap waktunya demi masuk surga dan melupakan kewajibannya kepada anak dan isrtinya sehingga jatuh dalam kemelaratan. Itu yang membuat Haji Saleh dimasukkan ke dalam neraka. Padahal di dunia ini hidup berkaum, bersaudara, tetapi Haji Saleh tidak memedulikan mereka sedikit pun. Sepulangnya berbincang dengan Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Dia merasakan apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tidak pernah mengingat anak dan istrinya, tetapi dia pun tidak pernah memikirkan hidupnya sendiri sebab memang tak ingin kaya atau membuat rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhan. Dia tak berusaha menyusahkan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada penjaga surau begitu memikirkan hal itu dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tertekan dan tidak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia lebih memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengenaskan dan mengejutkan masyarakat sekitar. Semua orang berusaha mengurus jenazahnya dan menguburnya, kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematian sang kakek penjaga surau. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau, dia tetap pergi bekerja. Ajo Sidi yang mengetahui kematian kakek hanya berpesan kepada istrinya untuk membelikan kain kafan tujuh lapis untuk kakek, lalu dia pergi bekerja. Seperti rumah yang ditinggal penghuninya, surau yang dulunya digunakan untuk beribadah itu kini hanya dipakai untuk sekadar bermain anak-anak. Tidak ada lagi panggilan adzan, sholat berjamaah, dan lantunan ayat-ayat suci Al-quran. Bahkan jika ada ibu-ibu yang membutuhkan kayu bakar, tak segan-segan mengambil salah satu bagian dari tiang-tiang surau yang mulai lapuk dan hampir roboh. Tak ada lagi yang mau peduli terhadap surau tempat beribadah itu. Itulah pemandangan yang bisa dilihat dari surau seorang kakek setelah dia meninggal. Itulah tadi sinopsis cerpen Robohnya Surau Kami karya Navis. Semoga bisa bermanfaat dan menghibur pembaca semuanya. CerpenRobohnya Surau Kami karya A.A. Navis ini bukan tanpa pertimbangan atau alasan mengapa menarik untuk dikomentari. Dari semua cerpen yang terangkum dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami, c erpen ini memiliki keistimewaan. Keistimewaannya yaitu terletak pada teknik penceritaan A.A.Navis yang tidak biasa.
Ringkasan novel Robohnya Surau Kami Robohnya Surau Kami Navis A. Ringkasan Kalau beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis ,Tuan akan berhenti di dekat pasar . Melangkah lah menyusuri jalan raya arah ke barat . Maka kira - kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampung ku . Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi. Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang orang tua yang biasanya duduk disana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat . Sudah bertahun-tahun ia menjaga surau itu. Orang - orang biasa memanggilnya Kakek . Sebagai penjaga surau, kakek itu tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali sejumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantar kan fitrah ID kepadanya Kakek itu biasa di kenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaan nya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah meminta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan biasa yang biasa minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Dan para laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang juga uang. Tapi yang lebih sering diterimannya ialah ucapan terimah kasih dan sedikit memperlihatkan senyuman kepadanya. Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang . Ia sudah meninggal . Dan tinggalah surau itu tanpa penjaganya. Hingga terkadang anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala hal apa yang mereka sukai. Dan peremouan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopotin papan dinding atau lantai di malam hari. Jika orang lain datang sekarang , hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian surau tersebut yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat mungkin anak-anak yang bermain di dalamnya, secepat perempuan mencopoti sifat ketidak pedulian manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi. Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah cerita yang tak dapat diketahui tentang kebenarannya. B. Keunggulan Novel Keunggulan cerpen ini dari segi bahasa mudah dimengerti. Dari segi amanat cerpen ini memiliki pesan yang sangat religius dan dalam. B. Kelemahan Novel Kelemahan cerpen ini pemilihan kata masih banyak yang kurang baik. Dan dalam judulnya terdapat kata 'surau'. Kata surau’ identik dengan tempat beribadah umat muslim. Sehingga bagi pembaca awam yang memeluk agama non muslim merasa cerpen ini diperuntukan hanya untuk umat muslim saja. Jika ingin mengakses Ringkasan Novel Harimau-harimau Anda dapat menyalin link berikut
ROBOHNYASURAU KAMI - navis kumpulan cerpen dan novel free fast download mirip mei navis file pdf kb download saraswati si gadis sunyi aa navis file exe karyanya yang terkenal adalah cerita pendek robohnya surau kami navis sang robohnya surau kami aa navis file prc pesan moral dalam cerpen robohnya
Entah bagaimana caranya tikus itu memasuki rumah kami tetap sebuah misteri. Tikus berpikir secara tikus dan manusia berpikir secara manusia, hanya manusia-tikus yang mampu membongkar misteri ini. Semua lubang di seluruh rumah kami tutup rapat sepanjang yang kami temukan, namun tikus itu tetap masuk rumah. Rumah kami dikelilingi kebun kosong yang luas milik tetangga. Kami menduga tikus itu adalah tikus cukup besar dan bulunya hitam legam. Pertama kali kami menyadari kehadiran penghuni rumah yang tak diundang, dan tak kami ingini itu, ketika saya tengah menonton film-video The End of the Affair yang dibintangi Ralph Fiennes dan Julianne Moore, seorang diri, sementara istri telah mendengkur kecapaian di kamar. Waktu tiba pada adegan panas pasangan selingkuh Fiennes dan Julianne, tengah bugil di ranjang, yang membuat saya menahan napas dan pupil mata melebar, tiba-tiba kaki saya diterjang benda dingin yang meluncur ke arah televisi, dan saya lihat tikus hitam besar itu berlari kencang bersembunyi di balik rak buku. Jantung saya nyaris copot, darah naik ke kepala akibat terkejut, dan otomatis kedua kaki saya angkat ke atas. Baru kemudian muncul kemarahan dan dendam saya. Saya mencari semacam tongkat di dapur, dan hanya saya temukan sapu ijuk. Sapu itu saya balik memegangnya dan menuju ke arah balik rak saya amat kebelet memukul habis itu tikus. Namun, tak saya lihat wujud benda apa pun di sana. Mungkin begejil item telah masuk rak bagian bawah di mana terdapat lubang untuk memasukkan kabel-kabel pada televisi. Untuk memeriksanya, saya harus mematikan televisi dulu yang ternyata masih menayangkan adegan panas pasangan intelektual Inggris itu. Saya takut kalau tikus keparat itu menyerang saya tiba-tiba.
RobohnyaSurau Kami adalah sebuah kumpulan cerpen sosio-religi karya AA. Namun karena suatu peristiwa kakek penjaga surau itu meninggal bunuh diri dengan sangat mengenaskan. Cerpen Robohnya Surau Kami merupakan cerita berbingkai yang menyodorkan dua tokoh protagonis. Penyebab tertekannya kondisi psikologis dari kakek penjaga surau itu

Resensi Cerpen "Robohnya Surau Kami" Judul Robohnya Surau Kami Tahun Cetakan ke empat belas, Januari 2008 Penerbit Gramedia Pustaka Utama Di suatu tempat ada sebuah surau tua yang nyaris ambruk. Hanya karena seseorang yang datang ke sana dengan keikhlasan hatinya dan izin dari masyarakat setempat, surau itu hingga kini masih tegak berdiri. Orang itulah yang merawat dan menjaganya. Kelak orang ini disebut sebagai Garin. Meskipun orang ini dapat hidup karena sedekah orang lain, tetapi ada yang paling pokok yang membuatnya bisa bertahan, yaitu dia masih mau bekerja sebagai pengasah pisau. Dari pekerjaannya inilah dia dapat mengais rejeki, apakah itu berupa uang, makanan, kue-kue atau rokok. Kehidupan orang ini agaknya monoton. Dia hanya mengasah pisau, menerima imbalan, membersihkan dan merawat surau, beribadah di surau dan bekerja hanya untuk keperluannya sendiri. Dia tidak ngotot bekerja karena dia hidup sendiri. Hasil kerjanya tidak untuk orang lain, apalagi untuk anak dan istrinya yang tidak pernah terpikirkan. Suatu ketika datanglah Ajo Sidi untuk berbincang-bincang dengan penjaga surau itu. Lalu, keduanya terlibat perbincangan yang mengasyikan. Akan tetapi, sepulangnya Ajo Sidi, penjaga surau itu murung, sedih, dan kesal. Karena dia merasakan, apa yang diceritakan Ajo Sidi itu sebuah ejekan dan sindiran untuk dirinya. Dia memang tak pernah mengingat anak dan istrinya tetapi dia pun tak memikirkan hidupnya sendiri sebab dia memang tak ingin kaya atau bikin rumah. Segala kehidupannya lahir batin diserahkannya kepada Tuhannya. Dia tak berusaha mengusahakan orang lain atau membunuh seekor lalat pun. Dia senantiasa bersujud, bersyukur, memuji, dan berdoa kepada Tuhannya. Apakah semua ini yang dikerjakannya semuanya salah dan dibenci Tuhan ? Atau dia ini sama seperti Haji Saleh yang di mata manusia tampak taat tetapi dimata Tuhan dia itu lalai. Akhirnya, kelak ia dimasukkan ke dalam neraka. Penjaga surau itu begitu memikirkan hal ini dengan segala perasaannya. Akhirnya, dia tak kuat memikirkan hal itu. Kemudian dia memilih jalan pintas untuk menjemput kematiannya dengan cara menggorok lehernya dengan pisau cukur. Kematiannya sungguh mengejutkan masyarakat di sana. Semua orang berusaha mengurus mayatnya dan menguburnya. Kecuali satu orang saja yang tidak begitu peduli atas kematiannya. Dialah Ajo Sidi, yang pada saat semua orang mengantar jenazah penjaga surau dia tetap pergi bekerja. • Keagamaan berisi petuah untuk beribadah tanpa menginggalkan kewajiban untuk bermasyarakat dan bekerja. • Kepemimpinan berisi kisah kepala keluarga yang lalai dalam menjaga keluarganya. Navis pengarang ini seperti ingin mengingatkan kita yang seringkali berpuas diri dalam ibadah, tapi sesungguhnya lupa memaknai ibadah itu sendiri. Kita rajin shalat, mengaji dan kegiatan ritual keagamaan lainnya karena kita takut masuk neraka. Kita menginginkan pahala dan keselamatan hanya untuk diri kita sendiri. Kita melupakan kebutuhan orang lain. Karenanya kita tidak merasa berdosa dan bersalah ketika mengambil hak orang lain, menyakiti perasaan sesama atau bahkan melakukan ketidakjujuran dan kemaksiatan di muka bumi. Beliau ingin mengajak kita menyeimbangkan antara hak dan kewajiban kita di mata Tuhan. Keselarasan harus tercipta karena itu adalah nyawa mengenai ketentraman hidup. • Latar Tempat kota, dekat pasar, di surau, dan sebagainya. • Latar Waktu Beberapa tahun yang lalu, pada suatu waktu. • Latar Sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, kebiasaannya, cara hidup, dan bahasa. Alur cerpen Robohnya Surau Kami adalah alur mundur karena ceritanya mengisahkan peristiwa yang telah berlalu yaitu sebab-sebab kematian kakek Garin. Sedangkan strukturnya berupa bagian awal, tengah, dan akhir. Adapun alur mundurnya mulai muncul di akhir bagian awal dan berakhir di awal bagian akhir. a Tokoh Aku berwatak selalu ingin tahu urusan orang lain. Tokoh ini begitu berperan karena sebar tau dalam cerpen ini. b Ajo Sidi berwatak orang yang suka membual. c Kakek berwatak orang yang egois dan lalai, mudah dipengaruhi dan mempercayai orang lain dan lemah imannya. d Haji Soleh berwatak orang yang terlalu mementingkan diri sendiri. Di dalam cerpen ini pengarang memposisikan dirinya dalam cerita ini sebagi tokoh utama atau acuan sertaan sebab secara langsung pengarang terlibat di dalam cerita dan ini terasa pada bagian awal cerita. Di dalam cerpen ini ternyata pengarang menggunakan kata-kata yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan Islam, seperti garin, Allah Subhanau Wataala, Alhamdulillah, Astagfirullah, Masya-Allah, Akhirat, Tawakal, dosa dan pahala, Surga, Tuhan, beribadat menyembah-Mu, berdoa, menginsyafkan umat-Mu, hamba-Mu, kitab-Mu, Malaikat, neraka, haji, Syekh, dan Surau serta fitrah Id, juga Sedekah. Selain ini, pengarang pun menggunakan pula simbol dan majas. Simbol yang terdapat dalam cerpen ini tampak jelas pula judulnya, yakni Robohnya Surau Kami. Sedangkan majas yang digunakan dalam cerpen ini di antaranya majas alegori karena di dalam cerita ini cara berceritanya menggunakan lambang. Di dalam cerpen ini pengarang benar-benar memanfaatkan kata-kata. Gaya bahasanya sulit di pahami, gaya bahasanya menarik dan pemilihan katanya pun dapat memperkaya kosa kata siswa dalam hal bidang keagaman. Kita harus saling membantu jika orang lain dalam kesusahan karena pada hakekatnya kita adalah makhluk sosial. Kita sebagai sesama manusia hendaknya jangan saling mengejek atau menghina orang lain tetapi harus saling menghormati. Kita harus selau malakukan kehendak Allah dan jangan melakukan hal yang dilarang oleh-Nya seperti bunuh diri, mencemooh dan berbohong. Kita tidak boleh putus asa dalam menghadapi kesulitan tetapi harus selalu berusaha dengan sekuat tenaga dan selalu berdoa. Kita harus menjalankan segala perintah Tuhan dan memegang teguh nilai- nilai dalam masyarakat. Keunggulan dari cerita robohnya surau kami terletak pada bagaimana Navis mengakhiri cerita dengan kejadian yang tak terduga, lalu pada teknik penceritaan yang tidak biasa pada saat itu, tidak biasanya karena Navis menceritakan suatu peristiwa yang terjadi di alam lain. Bahkan di sana terjadi dialog antara tokoh manusia dengan Sang Maha Pencipta. Kelemahannya terletak pada gaya bahasa yang terlalu tinggi, sehingga sulit untuk dibaca.

NovelRobohnya Surau Kami bukukita com robohnya surau kami toko buku online, analisis religiusitas tokoh dalam kumpulan cerpen kami merobohkan surau kami aa navis robohnya surau kami, ringkasan unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen robohnya, robohnya surau kami agepe goesprih blogspot
Robohnya Surau Kamikumpulan cerita pendek karya Navis / From Wikipedia, the free encyclopedia Robohnya Surau Kami adalah sebuah kumpulan cerpen sosio-religi karya Navis. Cerpen ini pertama kali terbit pada tahun 1956, yang menceritakan dialog Tuhan dengan Haji Saleh, seorang warga Negara Indonesia yang selama hidupnya hanya beribadah dan beribadah. Cerpen ini dipandang sebagai salah satu karya monumental dalam dunia sastra Indonesia.[1]
Cerpenrobohnya surau kami beserta soal dan jawabannya. Contoh soal dan jawaban bahasa. Setibanya pak usman di restoran kecil sepulang dari sekolah larasa. Contoh soal kritik sastra esai paragraf berikut untuk soal nomor 1 dan 2. Contoh soal teks cerpen 1. Pengertian unsur intrinsik unsur instrinsik ialah unsur yang membangun suatu drama.
Selaindalam cerpen Robohnya Surau Kami hal tersebut juga terdapat dalam cerpen “Langit Semakin Mendung ” karya Kipanjikorsim. Selain pesan moral utama yang mengharukan kita menyeimbangkan antara urusan duniawi dan urusan dunia akhirat, terselip makna-makna lain. A.A Navis menyelipkan pesan moral dalam setiap tokoh-tokohnya. JH4COb9.
  • 28obp3rcvw.pages.dev/319
  • 28obp3rcvw.pages.dev/186
  • 28obp3rcvw.pages.dev/38
  • 28obp3rcvw.pages.dev/171
  • 28obp3rcvw.pages.dev/212
  • 28obp3rcvw.pages.dev/159
  • 28obp3rcvw.pages.dev/134
  • 28obp3rcvw.pages.dev/446
  • ringkasan cerita robohnya surau kami